
Grapadinews.co.id – Persaingan ketat bukan hanya terjadi pada perusahaan yang memproduksi barang serta jasa. Kompetisi juga hadir di antara aplikasi pemutar musik. Bila sebelumnya Joox sukses menyita perhatian penikmat, kemudian disusul dengan Spotify yang memberikan beragam fasilitas, seperti jeda iklan lebih sedikit dan mereka yang tidak berlangganan tetap bisa menikmati hampir seluruh lagu.
Dikabarkan baru-baru ini Spotify mengkonfirmasi bahwa mereka mengakuisisi Gimlet Media, salah satu rumah produksi podcast terkemuka seharga US$230 juta (3,2 triliun rupiah). Tidak hanya itu, perusahaan juga menggaet Anchor, salah satu platform populer pembuat podcast, hosting dan monetisasi. Kesepakatan yang direncanakan akan ditutup pada bulan Maret ini secara kesuluruhan dilaporkan habis setengah miliar dolar demi meningkatkan di pasar podcast.
Pendapatan podcast makin naik

Spotify perlu melakukan hal tersebut untuk membantu membedakan penawaran dari Apple dan Google. Namun sebelumnya yang perlu dipikirkan yakni saat perusahaan membayar konten podcast, maka nilai finansialnya menjadi dipertanyakan.
Sebab pada dasarnya pendapatan podcast didapat dari iklan. Akan tetapi konsep ini memiliki potensi pertumbuhan yang besar dan lebih lama masa berlakunya. Biro Iklan Interaktif dan PwC pernah melakukan studi tahunan tentang pendapatan iklan podcast. Pada tahun 2017, menunjukkan nilai US$314 juta (4,3 triliun rupiah). Sementara di 2016 hanya US$169 juta (2,3 triliun rupiah).
Meski jumlah keuntungan naik dari tahun ke tahun namun perusahaan tidak mendapatkan penghasilan dari pelanggan yang masuk untuk streaming musik. Apabila dikalkulasi, jumlah pendapatan dari iklan yang masuk dan per pendengar streaming tentu lebih banyak yang menggunakan konsep hitungan per pendengar. Jumlah iklan yang lebih banyak terkadang membuat pendengar merasa tidak nyaman.
Perbandingan menggunakan podcast dan tidak

Sebuah studi perbandingan dilakukan untuk mengetahui potensi pendapatan antara podcast dan broadcast radio. Hasilnya podcasters memproleh sekitar US$5 (70 ribu rupiah) per pendengar pada tahun 2017. Sementara US$22 (308 ribu rupiah) untuk per pendengar dari layanan musik streaming dan US$65 (915 ribu rupiah) dari siaran radio. Dari hasil survei tersebut artinya podcast memang cocok untuk pengiklanan. Sementara untuk investor masih tidak begitu bagus.
Akan tetapi memasuki tahun 2017 hingga kini, ada pergerakan selera dari para pendengar. Siaran radio tetap memiliki peminat namun angkanya tidak turun juga naik. Sementara musik streaming justru tertinggal dan podcast naik. Beberapa peneliti industri bahkan telah menyarankan Spotify dan Pandora untuk memasuki dunia podcasting demi pemasukan dari iklan.
Pendengar podcast naik lebih cepat daripada streaming musik, yakni sebesar 33% jauh lebih terdepan dari pendengar radio streaming. Pada 2017 ini angka sudah mencapai 39%, dan 41% di 2018. Jadi diperkirakan masih akan terus naik di tahun ini dan berikutnya.
Sebagai perusahaan yang memiliki banyak jumlah pengguna dari seluruh dunia, Spotify dipercaya bisa menyeimbangkan antara jumlah pendengar dan iklan. Dalam jangka panjang diperkirakan mereka tetap menuju profitabilitas tinggi.