Penetapan Pajak E-Commerce Masih Simpang Siur, Pelaku Bisnis Digital Angkat Bicara

Advertisements
Sumber: dailysocial.id

Grapadinews.co.id – Peraturan pajak di setiap negara sejatinya digunakan kembali untuk kepentingan rakyat. Pada dasarnya, ialah iuran bersama yang diatur dalam undang-undang sehingga sifatnya bisa dipaksakan namun tidak mendapatkan balas jasa secara langsung. Kendati demikian, negara akan mengelolanya, kemudian diwujudkan kembali melalui berbagai macam program, seperti misalnya pembangunan, sosial, dan masih banyak lagi lainnya.

Menurut Charles E. McLure, seperti dikutip dari Wikipedia bila pajak merupakan kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak oleh Negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara. Dana tersebut lantas digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik.

Definisi pajak sendiri berbeda bila dilihat dari bidang ekonomi dan hukum. Ahli ekonomi meyakini bahwa tidak semua finansial yang disetorkan dikategorikan sebagai pajak. Pajak merupakan transfer sumber daya non denda dari sektor swasta ke publik. Pungutannya disesuaikan dengan ketetapan sebelumnya, serta tanpa ada pernyataan mengenai manfaat.

Secera hukum, pajak diatur dalam undang-undang khusus. Ketika wajib pajak tidak dibayarkan, maka pemerintah akan menetapkan sanksi hukum, seperti halnya denda, penyitaan aset hingga penahanan kepada pihak yang terbukti melakukannya.

Mengenai pembayaran pajak, tidak hanya perorangan saja yang dikenakan tetapi seluruh harta benda yang dimiliki, mulai dari kendaraan, perusahaan, hingga rumah. Baru-baru ini Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dengan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Melihat e-commerce merupakan bisnis yang menjanjikan dan kini hampir seluruh masyarakat menggantungkannya, pemerintah menilai perusahaan yang bergerak di bidang teknologi tersebut memiliki profit yang tidaklah main-main. Rencananya, peraturan mulai diberlakukan pada 1 April 2019, namun justru mendekati hari H Menteri Keuangan Sri Mulyani menarik kembali. Lantas bagaimana lika-liku penetapan pajak tersebut?

Baca Juga  4 Solusi Dasar Selesaikan Masalah Arus Kas

Pembatalan Pajak E-Commerce

Sumber: maxmanroe.com

Seperti diwartakan sebelumnya bila Menteri Sri Mulyani hendak memberlakukan pajak terhadap transaksi perdagangan melalui sistem elektronik pada 1 April 2019. Namun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 itu dibatalkan.

Sri Mulyani mengatakan bahwa kabar simpang siur mengenai pemberlakuan pajak itu tidaklah benar. Sebab pemerintah merasa perlu adanya koordinasi serta sinkronisasi kembali antar kementrian/lembaga. Maka saat ditemui di Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Jakarta Selatan, ia menambahkan bila pihak kementrian telah menarik PMK.

Selanjutnya, pemerintah akan kembali meninjau serta mendiskusikan terkait peraturan pajak pada e-commerce. Bersama-sama mereka akan menilik apakah pemberlakuan itu tepat sasaran, efisien dan bermanfaat untuk membangun perekonomian bangsa.

Penarikan PMK karena ada alasan

Sumber: finance.detik.com

Berita mengenai PMK menyeruak menimbulkan kesimpang siuran. Menteri Sri Mulyani menegaskan ketidak jelasan itu mengakibatkan noise dan tidak produktif. Pada akhirnya pihaknya memutuskan untuk menarik saja putusan tersebut.

Selain itu, penarikan kembali PMK juga berguna memberikan ruang kepada pemerintah untuk kembali mendiskusikan mengenai peraturan pajak e-commerce. Pembatalan bukan berarti tidak akan diterbitkan, hanya saja butuh waktu bagi mereka untuk mensosialisasikan dan berkomunikasi lebih intensif kepada seluruh pemangku kepentingan. Ditambah pula perisapan infrastruktur laporan data e-commerce yang tidak dapat dilakukan dalam waktu sebentar, sebab butuh ketelitian agar tepat sasaran.

Selain pemerintah, diharapkan pula bila masyarakat dan perusahaan digital bisa memahami hal itu. Kendati PMK ditarik, namun Sri Mulyani menegaskan bahwa para pelaku e-commerce tetap harus dan tidak menghilangkan wajib pajak.

Apa kata pelaku e-commerce?

Sumber: economy.okezone.com

PMK yang kabarnya akan diberlakukan dikhususkan untuk para pelaku bisnis e-commerce. Namun demikian, menanggapi hal tersebut, Ketua Asosiasi e-commerce Indonesia (iDEA) justru mengungkapkan kekhawatirannya. Ignatius Untung mengatakan bahwa rasa cemasnya yakni mengenai level of playing field.

Level of playing field berarti perlakuan sama terhadap bisnis yang memungkinkan untuk bersaing. Menurutnya, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 tentang pajak e-commerce tidaklah berlaku untuk bisnis yang ada di media sosisal, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram.

Perbedaan ini kemudian membawa dampak pada yang sudah ada di marketplace lalu pindah ke platform media sosial. Kondisi demikian justru akan mematikan usaha e-commerce dan perusahaan digital itu sendiri.  Tidak cukup sampai di sana, kekhawatiran lain yakni apabila perdagangan di medsos juga diberlakukan, lantas bagaimana teknis dan caranya.

Baca Juga  Tren Belanja Online, Ternyata Pria Lebih Suka Kredit Daripada Wanita

Ketidak jelasan alur dari PMK inilah yang kemudian menimbulkan tanda tanya sejumlah pihak, baik pelaku e-commerce maupun pemerintah. Maka dari itu Menteri Sri Mulyani menegaskan bila masih perlu banyak materi dan koreksi kembali untuk kemudian disosialisasikan.

Kabar tentang pemberlakuan PMK mengundang sejumlah tanda tanya dari berbagai pihak utamanya pelaku e-commerce itu sendiri. Tidak hanya menyoal bagaimana teknisnya, tetapi apakah penetapan peraturan tersebut bisa mendongkrak perekonomian juga?

 

 

Advertisements

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download E-Magazine Grapadinews!

Join our mailing list to receive the latest news and updates from our team.

You have Successfully Subscribed!

Pin It on Pinterest

Shares
Share This