Gempa dan Tsunami Aceh yang Menyimpan Kisah Mistis

Gempa dan Tsunami Aceh
Masjid Raya Baiturrahman yang masih kokoh walaupun diterjang gempa dan Tsunami

26 Desember 2004 merupakan hari yang tidak akan pernah terlupakan oleh warga Aceh. Pasalnya di hari itu, telah terjadi gempa dahsyat dan tsunami di Aceh. Hari itu menjadi sebuah duka yang mendalam, tidak hanya bagi warga Aceh, namun juga seluruh warga Indonesia. Kala itu, telah dilakukan pemakaman massal untuk menguburkan 14.264 jasad, tepatnya di Gampong (Desa) Ulee Lheue, Banda Aceh. Tempat makam itu menjadi tugu peringatan untuk mengenang bencana dahsyat yang menimpa Aceh enam belas tahun yang lalu.

Dilansir Harian Kompas yang terbit pada 29 Desember 2004, kekuatan gempa yang terjadi berada di Samudra Hindia pada kedalaman sekitar 10 kilometer di dasar laut. Wilayah sumber gempa berjarak sekitar 149 kilometer sebelah barat Meulaboh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (namanya saat itu). Gempa yang berlangsung selama kurang lebih 10 menit ini tercatat mempunyai magnitudo sekitar 9,0. Setelah itu gelombang tsunami mulai memberikan dampaknya pada wilayah Aceh dan sebagian di Sumatera Utara. Tsunami ini kemudian bergerak menyebar ke arah pantai-pantai. Jarak pantai Sumatera terdekat dengan episenter gempa bumi utama diperkirakan 125 km. Kecepatan rambat gelombang tsunami dapat mencapai 800 km per jam di samudra dalam dan bebas. Mendekati pantai yang dangkal dan dengan kecepatannya yang besar, gelombang tsunami menjadi tinggi dan kemudian terempas ke arah daratan.

Gempa ini merupakan gempa terbesar ketiga yang bisa dicatat sejarah, gempa di Chile tahun 1960 sebesar M 9,5 dan Alaska tahun 1964 sebesar M 9,2. Gempa dan tsunami Aceh ini menelan hampir 280 ribu lebih korban jiwa. Korban jiwa di Indonesia 220 ribu. Korban besar lainnya jatuh di Sri Lanka (35 ribu), India (18 ribu) dan Thailand (8 ribu). Tsunami tersebut juga mengakibatkan kerusakan serius dan kematian sampai ke pesisir timur Afrika. Korban paling jauh di Rooi Els, Afrika Selatan, 8000 km dari episentrum. Delapan orang di Afrika Selatan meninggal dunia karena tingginya permukaan laut dan gelombang.

Membayangkan betapa dahsyatnya gempa dan tsunami di Aceh, membuat kitapun bertanya bagaimana efek yang ditimbulkan terhadap korban. Sampai saat ini, masih ada beberapa korban selamat yang masih traumatis, sampai-sampai tidak berani untuk melihat air atau mendengar suara gemuruh yang keras. Hal-hal itu menjadi semacam stimulus untuk mengingat mimpi buruk yang pernah terjadi pada mereka.

Bertahun-tahun setelah bencana tersebut, ada banyak cerita dan pengalaman unik namun juga mistis yang muncul seputar after-effect dari bencana itu. Tidak sedikit yang mengaku bertemu dengan roh-roh korban jiwa dari bencana itu. Salah satuny ialah kisah yang dibagikan oleh Dani Bahri, seorang pemuda dari Aceh.

Saat bencana terjadi, Dani masih anak-anak. Cerita bermula ketika pada 1 Januari 2005, tepat seminggu setelah tsunami, Dani dan ibunya memutuskan untuk pulang kampong dari tempat pengungsian. Dua kakaknya memilih untuk tetap tinggal di pengungsian. Dani adalah anak yatim sedari kecil. Dari tempat pengungsian, Dani dan ibunya naik mobil pick up pengangkut barang, namun untuk bisa sampai di rumah, mereka harus berjalan kaki sekitar 20 menit.

Sepanjang perjalanan menuju kampong, yang Dani lihat hanyalah pohon tumbang, rumah ambruk, dan mayat. Ini menjadi pemandangan yang biasa kala itu, karena ada beberapa mayat yang belum di evakuasi oleh tim relawan. Kemudian Dani menatap satu mayat dengan baju daster warna merah berlumuran darah yang tidak ia kenali. Ibunya memperingatkannya untuk tidak menatap mayat itu lagi karena mereka tidak menganggu. Sesampainya di rumah, Dani mendapati bahwa rumahnya telah rata dengan tanah dan tak ada satupun yang tersisa.Peninggalan ayahnya habis emua.

Baca Juga  5 Tips Tingkatkan Kesehatan Anggota Tim

Dani dan ibunya lalu bersih-bersih. Malam itu, mereka akan tidur di situ. Tim relawan membantu mereka dengan menderikan tenda serta menyediakan perlengkapan lainnya. Malam pun tiba. Saat itu, ibunya sedang sholat maghrib sedangkan Dani berjalan ke luar tenda. Tiba-tiba ia mendengar suara tangisan bayi. Tangisannya sangat pilu, seperti sedang kesakitan. Dani kemuidan lari ke tempat ibunya untuk melaporkan hal tersebut. Namun ibu Dani tidak percaya karena beliau tidak mendengar suara apapun. Dani memutuskan untuk tidak menghiraukan suara itu dan berpikir mungkin itu hanya halusinasinya saja.

Pukul 10 malam, Dani memberanikan diri keluar tenda untuk pipis. Di luar, ia melihat dua perempuan, satu Nampak seperti seorang nenek, dan satunya adalah gadis berkerudung putih. Nenek itu seperti sedang marah-marah ke gadis itu, kalau tidak salah berucap demikian, “Laot zina ie beuna teuka (Air laut naik karena banyak zina)”. Tiba-tiba mereka melihat ke arah Dani, sehingga ia lantas segera berlari masuk tenda tanpa sempat kencing dan kemudian membangunkan ibunya. Dani menceritakan lagi kejadian yang ia alami barusan, namun lagi-lagi ibunya tidak percaya dan berkata agar Dani jangan mengada-ada.

Keesokan harinya, Dani mengompol. Ibunya marah-marah, karena Dani sudah berumur 6 tahun tapi masih mengompol. Tapi Dani masih takut untuk kencing di luar, karena takut bertemu nenek-nenek kemarin. Seketika ibu Dani terdiam, lalu berkata, “Nek panjo”. Dani bertanya siapa itu Nek Panjo, namun ibunya tidak mau menjawab dan menyuruh Dani untuk mandi. Dani kemudian mandi dengan air sumur yang masih utuh, namun ia mencium bau amis. Dani menghiraukannya karena mungkin itu bekas air tsunami.

Seusai mandi, Dani kemudian berjumpa dengan kawannya inisial R. Dani mengaku bahwa ia suka mengutang di R karena orang tua sahabatnya itu memang orang berada. Sehari sebelum tsunami terjadi, Dani punya hutang ke R sebanyak satu perak dan ia lupa membayar. Tetapi R berkaya bahwa Dani tidak perlu membayarnya lagi karena ia ikhlas. Sorenya setelah main, Dani pulang ke tenda ibunya, dan ia melihat ibunya menangis di dekat sumur sambil berkata bahwa semua kawannya banyak yang meninggal, bahkan juga saudara mereka banyak yang meninggal.

Malam hari datang, Dani mendengar lagi suara tangisan bayi, namun kali ini lebih pelan. Ibunya juga mendengarnya. Lalu ibunya berkata, “Tidak usah takut dek, baca surah Al-Fathihah, ya”. Kemudian mereka tidur. Namun saat tengah malam, ibunya bangun dan mengintip lewat celah di tenda sambil berkata, “Nek Panjo”, lalu kembali tidur. Dani belum berani bertanya siapa itu Nek Panjo.

Keesokan harinya, orang tua si R datang dengan menangis, sambil berkata bahwa si R sudah meninggal. Dani pun heran, bukankah kemarin ia masih main bersama dengan si R? Dani mencoba menjelaskan pada ibu si R, namun beliau menjawab bahwa ia dan suaminya sendiri yang mengantar jenazah ke kuburan. Dani masih bingung dengan hal ini, sesampainya di tendanya, ia membahasnya lagi dengan ibunya. Ibunya menjawab, “Mamak juga heran, kemarin adek ngomong sendiri, tidak tahu sama siapa.”

Esok paginya, Dani dilarang untuk pergi main sendiri. Selama seharian itu Dani menemani ibunya kemanapun ibunya pergi. Saat itu ibunya sedang mencari kayu bakar di dekat hutan, tiba-tiba banyak Laron dan Dani mencium sedikit bau pesing. Ibunya tidak menghiraukannya dan terus melanjutkan pekerjaannya. Sampai ibunya melihat ada kaki manusia, dan ternyata itu adalah mayat korban tsunami. Ibunya lantas melapor kepada tim relawan supaya mereka segera melakukan evakuasi ke mayat tersebut. Beberapa jam kemudian, mereka pulang. Dani melihat kaos bola berwarna merah, dan kaos itu persis dengan yang digunakan si R saat bermain dengannya kemarin.

Baca Juga  4 Ciri Kamar Tidur Berkualitas Ala Kintakun

Dani segera menyembunyikan kaos itu, karena ia berpikir kalau ibunya sampai tahu, ia akan dilarang untuk bermain lagi. Kemudian Dani meminta izin untuk ke sumur, ia berencana membuang kaos itu tetapi ia tidak tega, bahkan sampai sekarang ia mengaku masih menyimpannya sebagai kenang-kenangan. Malamnya, ia lagi-lagi mendengar tangis bayi persis seperti kemarin. Ibunya memperhatikan gerak-geriknya, curiga karena sepertinya ada yang Dani sembunyikan darinya. Dani spontan melihat kea rah kaos yang ia temukan tadi. Dani pun kemudian memutuskan untuk jujur pada ibunya.

Ternyata ibunya justru berkata agar Dani menyimpan saja baju itu. Malam itu juga kemudian Dani memberanikan diri bertanya siapa itu Nek Panjo. Ibunya hanya berkata bahwa nenek itu orang baik, namun belum saatnya bagi Dani untuk tahu. Malam itu, nenek itu tidak datang.

Dani kemudian mencuci baju si R, menjemurnya dan melipatnya dengan rapi. Namun ia tidak mau memakainya, takut terlihat oleh ibu si R dan malah diminta kembali oleh beliau. Siang harinya, tim relawan datang untuk memberi bantuan. Hari itu juga, dua kakaknya kembali dari pengungsian. Dani lantas menceritakan semua pengalamannya, tetapi hanya ditertawakan oleh kakak-kakaknya. Ketika malam datang, suara tangis bayi itu terdengar. Dani berdebat dengan kakaknya mengenai hal itu, sampai ibunya datang dan menyuruh tidur. Suara tangis bayi itu masih terdengar di telinga Dani.

Hari berikutnya ketika Dani sedang main dengan kakaknya, ia menemukan mobil-mobilan yang terbuat dari kulit jeruk Bali. Mainan itu seperti baru saja dibuat. Kemudian Dani pulang sambil membawa mainan itu. Ia lalu berteriak, “Bu, aku ada mainan baru.”. Semua menatapnya. Tiba-tiba ibunya langsung menarik tangan kanannya dan membuang mainan itu. Dani dimandikan sambil dibacakan ayat-ayat suci Al-Quran. Dani tidak mengerti apa-apa hari itu.

Setelah selesai dimandikan, Dani bertanya ke kakaknya mengapa mainannya dibuang. Kakaknya berkata bahwa yang ia bawa tadi bukan mainan, melainkan baju daster merah yang bercampur tanah. Baju itu sudah dibuang oleh ibunya. Seketika, Dani teringat dengan mayat yang ia jumpai dalam perjalanan ke rumah waktu itu. Iapun menangis sejadi-jadinya. Malam harinya, Dani mendengar suara “Dan, mien yak (Dan, main yuk)”. Dani mendengar jelas suara itu. Namun ketika ingin keluar, ia dicegah ibunya, padahal ia yakin itu suara si R memanggilnya keluar. Semua orang terbangun dan Dani kemudian dibacakan surah yasin, sekitar 10 menit ibunya membacakan. Dani pun sadar bahwa si R sudah meninggal.

Baca Juga  Manfaat Pelatihan Studi Kelayakan Bisnis

Waktu berlalu, Dani kemudian bersiap tidur. Saat itu, ibunya bertanya apa yang dikatakan si R kala Dani bermain dengannya tempo hari. Dani berkata bahwa si R mengikhlaskan hutang 1 perak yang waktu itu lupa Dani bayarkan, kemudian mereka bermain bunuh-bunuhan pakai kayu. Ibunya Nampak kuatir, kemudian lekas menyelimuti dan memeluknya. Esoknya, ketika kakaknya sedang masak mie instan, seorang ustadz datang ke tenda mereka. Ia memandang ke arah Dani dengan sinis. Tiba-tiba Dani terbangun dari tempat tidurnya, badannya terasa agak panas. Ia sempat mendengar sedikit pembicaraan Pak Ustadz, “Aneuknya nay g jaga, beu hati-hati, gata bek ile jak saho sigolom yang jaga tuboh jih di weh (Anak ini ada yang menjaga, harus hati-hati, kamu jangan pergi kemana-mana dulu sebelum yang jaga pergi)”. Kemudian beliau pergi, dan tak lama kemudian ibunya memberikan Dani makan dan memang entah mengapa, Dani sangat kelaparan. Ibunya berkata bahwa Dani sudah pingsan hampir 5 jam sejak [ak Ustadz menatapnya.

Setelah itu, Dani sempat melihat Nek Panjo lagi, namun ia menghiraukannya. Juga bertemu dengan si R lagi, namun ia menjawab dengan tegas ajakan si R dengan berkata bahwa si R bukanlah temannya lagi. Ibunya langsung memeluknya dan membacakan surah-surah Al-Quran.

Esoknya, ibunya menyuruh kakaknya untuk mencari Kakek Janggot (Janggut). Kakaknya menemukan beliau di pengungsian kota. Sebelum kakaknya mengatakan maksud dan tujuannya, sang kakek sudah tahu maksud kedatangan mereka, yaitu mengenai Dani. Melihat kakek janggot, Dani segera memeluknya, tetapi kakeknya tidak mau dan menatapnya dengan sinis. Malam itu, kek janggot ikut bermalam di tenda Dani. Ia tidak tidur, tetapi berjaga di luar tenda. Ia seperti sedang berbicara dengan seseorang di luar.

Singkat cerita, kek janggot berkata bahwa Dani sebenarnya diganggu, namun ia dilindungi oleh Nek Panjo. Nek Panjo adalah penjaga keluarga Dani secara turun-temurun. Saat kakak Dani menjemput kek janggot, mereka sempat diikuti oleh monyet berbulu putih, itulah jelmaan Nek Panjo, ialah orang baik yang menjaga mereka sepanjang perjalanan. Dani diganggu oleh satu roh perempuan yang punya anak, dan anaknya itu menjelma menjadi si R kecil. Si R yang ditemui Dani saat itu sebenarnya hanya ingin bermain dan berteman saja, namun ibunya memaksa untuk menyuruh anaknya mengajak Dani ikut mereka.

Dari sini, kita dapat memahami bahwa tiap peristiwa menyimpan misterinya masing-masing. Mungkin kita tidak pernah tahu mengapa bencana bisa terjadi, namun yang bisa kita lakukan hanyalah berserah kepada Sang Pemilik kehidupan dan alam semesta, serta bergantung pada kekuasaanNya. Di satu sisi, jangan pernah meremehkan dampak dari bencana. Tugas kita sepatutnya adalah saling membantu dan mendukung supaya para korban dapat melalui semua ketakutan dan rasa trauma itu dengan baik.

Bila Anda penasaran dengan cerita lengkapnya, silahkan kunjungi thread Twitter Dani di sini https://mobile.twitter.com/danibahrii/status/1233070358095224833

Penasaran dengan kisah mistis lainnya? Kunjungi juga https://grapadinews.co.id/gunung-merbabu-pesona-alam-dan-mistis/

 

Sumber:

https://nasional.kompas.com/read/2018/12/26/11213301/26-desember-2004-gempa-dan-tsunami-aceh-menimbulkan-duka-indonesia.

https://tekno.tempo.co/read/1288193/4-fakta-gempa-dan-tsunami-aceh-2004

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download E-Magazine Grapadinews!

Join our mailing list to receive the latest news and updates from our team.

You have Successfully Subscribed!

Pin It on Pinterest

Shares
Share This